*ingin selalu belajar sesuatu yang berguna

Cari Blog Ini


Minggu, 08 Mei 2011

Asal Usul Ucapan Selamat Di Hari Raya..



.
Rasulullah biasa mengucapkan taqabbalallahu minna wa minkum kepada para , yang artinya semoga Allah menerima aku dan kalian. Maksudnya menerima di sini adalah menerima segala amal dan ibadah kita di bulan Ramadhan.
.
Beberapa shahabat menambahkan ucapan shiyamana wa shiyamakum, yang artinya puasaku dan puasa kalian. Jadi ucapan ini bukan dari Rasulullah, melainkan dari para .
.
Kemudian, untuk ucapan minal ‘aidin wal faizin itu sendiri tidak pernah dicontohkan, sepertinya itu orang Indonesia. Yang sering salah kaprah adalah ucapan tersebut biasanya diikuti dengan “mohon maaf lahir dan batin”.
Jadi seolah-olah minal ‘aidin wal faizin itu artinya mohon maaf lahir dan batin. Padahal arti sesungguhnya bukan itu. Minal ‘aidin artinya dari golongan yang kembali. Dan wal faizin artinya dari golongan yang menang. Jadi makna ucapan itu adalah semoga kita termasuk golongan yang kembali (maksudnya kembali pada fitrah) dan semoga kita termasuk golongan yang meraih kemenangan.
Manakah diantara - di bawah ini yang benar?
A.Minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir-bathin
B.Mohon maaf lahir-bathin, minal ‘aidin wal faizin
C.Semoga kita dimaafkan minal ‘aidin wal faizin
D.Semoga kita minal ‘aidin wal faizin
E.Semua benar
Kalau kita tadi menyoal tentang asal kata Ied (masdar atau kata dasar dari ‘aada=kembali) , sekarang kita mencoba untuk membongkar asal kata ‘Aidin dan
Faizin. Darimana sih mereka? ‘Aidin itu isim fa’il (pelaku) dari ‘aada. Kalau anda memukul (), pasti ada proses “pemukulan” (masdar), juga ada “yang memukul” (anda pelakunya). Kalau kamu “pulang” (), berarti kamu “yang pulang” (pelaku). Pelaku dari inilah yang dalam bahasa Arab disebut d engan isim fa’il.
Kalau si Aidin, darimana? ‘Aidin atau ‘Aidun itu bentuk jamak (plural) dari ‘aid, yang artinya “yang kembali” (isim fa’il. Baca lagi teori di atas).
Mungkin maksudnya adalah “kembali kepada fitrah” (“kembali berbuka”, pen)
setelah berjuang dan selama sebulan penuh menjalankan puasa.
‘aada = ia telah kembali (fi’il madhi).
Ya’uudu = ia tengah kembali (fi’il mudhori)
‘audat = kembali (kata dasar)
‘ud = kembali kau! (fi’il amr/kata perintah)
‘aid = ia yang kembali (isim fa’il).
Kalau si Faizin?
Si Faizin juga sama. Dia isim fa’il dari faaza (past tense) yang artinya
“sang pemenang”. Urutannya seperti ini:
Faaza = ia [telah] menang (past tense)
Yafuuzu = ia [sedang] menang (present tense)
Fauzan = menang (kata dasar).
Fuz = menanglah (fi’il amr/kata perintah)
Fa’iz = yang menang.
‘Aid (yang kembali) dan Fa’iz (yang menang) bisa dijamakkan menjadi ‘Aidun dan Fa’izun. Karena didah ului “Min” huruf jar, maka Aidun dan Faizun menyelaraskan diri menjadi “Aidin” dan “Faizin”. Sehingga lengkapnya “Min Al ‘Aidin wa Al Faizin”. Biar lebih mudah membacanya, kita biasa menulis
dengan “Minal Aidin wal Faizin”.
Lalu mengapa harus diawali dengan “min”?
“Min” artinya “dari”. Sebagaimana kita ketahui, kata “min” (dari) biasa
digunakan untuk menunjukkan kata keterangan waktu dan tempat. Misalnya
‘dari’ zuhur hingga ashar. Atau ‘dari’ Cengkareng sampe Cimone.
Selain berarti “dari”, Min juga mengandung arti lain. Syekh Ibnu Malik dari
Spanyol, dalam syairnya menjelaskan:
Ba’id wa bayyin wabtadi fil amkinah
Bi MIN wa qad ta’ti li bad’il azminah
Maknailah dengan “sebagian”, kata penjelas dan permulaan tempat-
-Dengan MIN. Kadang ia untuk menunjukkan permulaan waktu.
Dari keterangan Ibnu Malik ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa MIN
pada MIN-al aidin wal faizin tadi menunjukkan kata “sebagian”
(lit-tab’idh ) . Jadi secara harfiyah, minal ‘aidin wal-faizin artinya:
BAGIAN DARI ORANG-ORANG YANG KEMBALI DAN ORANG-ORANG YANG MENANG.
Kesimpulannya?
Yang jelas Minal Aidin tidak ada hubungannya dengan Mohon maaf lahir dan bathin. Menggunakan a, boleh. Memakai b, silakan saja. Tapi sekali lagi, mohon maaf lahir bathin itu bukan arti minal aidin. Asal jangan memilih c, karena minal aidin tidak pernah bisa memaafkan orang. Tapi pilihan saya adalah d, ini yang paling shahih. Akhirnya, semoga kita minal ‘aidin wal faizin. Amin!
———— ——— ——— ——— ——— ——— -
[Cairo,7 september 2009]
Sampai di sini, ternyata ucapan tsb (Minal Aidin Wal Faidzin) tidak pernah
ada dasar dan tuntunannya.
Silakan simak penjelasan berikut ini
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 2/446 mengatakan: “Kami meriwayatkan dari guru-guru kami dalam “Al-Mahamiliyy at” dengan sanad hasan dari Jubair bin Nufair, beliau berkata :
“Para Rasulullah apabila mereka saling jumpa pada hari raya, sebagian mereka mengucapkan pada lainnya: “Semoga Allah menerima amalanku dan amalanmu”.
Ibnu Qudamah juga menyebutkan dalam Al-Mughni 2/259 bahwasanya Muhammad bin Ziyad mengatakan :
“Saya pernah bersama Abu Umamah Al-Bahili dan para Nabi lainnya,
maka apabila mereka kembali dari ied, sebagian mereka berucap pada lainnya : “Semoga Allah menerima amalanku dan amalanmu” (Imam) Ahmad berkata : “Sanad hadits Abu Umamah jayyid (bagus)”. Imam Suyuthi juga berkata dalam Al-Hawi (1/81): “Sanadnya hasan”.
Adapun ucapan: “Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin”, “halal bi halal” atau “kosong-kosong” serta ungkapan-ungkapan lainnya, maka sebaiknya dihilangkan dan kita ganti serta membiasakan diri dengan lafadz
syar’i yaitu (Taqobballahu Minna Wa Minka) sehingga kita tidak terj atuh dalam ayat :
“Apa kamu mau mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ?”
(QS Al Baqoroh: 61)
Sumber:
[Dikutip dari majalah Al Furqon Edisi 2 Th. II hal 37 "Hari Raya Bersama Nabi
Shollallahu 'Alaihi Wasallam"]

Tidak ada komentar: